Jakarta –
Massa buruh menggelar aksi demo tolak iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) kemarin. Tabungan ini dinilai memberatkan kalangan buruh lantaran dipotong dari pendapatan mereka.
Massa yang tergabung dalam Gebrak terdiri dari beberapa serikat buruh, seperti Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Konfederasi Serikat Nasional (KSN), Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN), Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), hingga Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI). Massa aksi pun menyediakan peluit sebagai bentuk tanda suara yang selama ini telah dibungkam.
Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Sunarno mengatakan buruh merasa keberatan dengan adanya iuran Tapera. Dia menilai besaran iuran Tapera 2,5% yang dibebankan pekerja tidak setara dengan kenaikan upah minimal provinsi (UMP).
Iuran Tapera sendiri tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Iuran Tapera akan memotong sebesar 2,5% gaji pekerja baik swasta maupun PNS dan 0,5% ditanggung perusahaan.
“Itu UU 4/2016 pemerintah mengeluarkan PP 25/2020 aturan pemerintah itu kan sepihak dan tidak melibatkan masyarakat. Disitulah mulai ada secara teknis soal iuran 2,5% buruh pekerja pemberi kerja itu 0,5. Pekerja mandiri yang lebih parah 3% seperti ojol, buruh, tani, restoran kecil. Ini kan memberatkan ya untuk kawan buruh di tengah situasi upah yg murah. Kenaikan 2024 hanya 1% sementara potongan 2,5-3%,” kata Sunarno kepada awak media, Kamis (27/6/2024).
Di sisi lain, dia juga menyoroti terkait perumahan program rumah murah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang diusung Presiden Joko Widodo (Jokowi). Di mana banyak perumahan yang berakhir kosong tanpa penghuni, seperti Villa Kencana, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat.
Dia menilai rata-rata lokasi perumahan subsidi jauh dari lokasi tempat kerja. Bahkan ada yang memakan waktu perjalanan sampai 3 jam. Menurutnya, hal tersebut tidaklah efektif. Dia bilang seharusnya perumahan dapat dijangkau dengan kalangan buruh.
Dia menyebut setidaknya lokasi perumahan dapat diakses transportasi dengan mudah. Dengan begitu, buruh tidak memakan waktu lama ke tempat bekerja.
“Jadi, perjalanan sampai 2-3 jam itu kan nggak efektif dan efisien. Artinya tuntutan kita itu perumahan harus dijangkau kalangan buruh. Artinya harus terintegrasi dengan tempat kerjanya, akses transportasi dan fasilitas mudah,” ujar dia.
Adapun tuntutan yang dibawa dalam demo kali ini:
1. Menuntut Presiden Jokowi untuk mencabut Undang-Undang Tapera No.4 Tahun 2016 dan peraturan pemerintah turunannya
2. Menuntut Presiden Jokowi agar membuka ruang dialog yang demokratis, partisipatif, transparan, dan inklusif dalam penyelenggaran pembangunan perumahan untuk rakyat
3. Menuntut Pemerintah membangun perumahan rakyat secara layak, ekonomis/terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah, yang terintegrasi dengan tempat bekerja, dan akses moda transportasi standard
4. Menuntut Presiden Jokowi agar mencabut Undang-undang Cipta Kerja Nomor 6 tahun 2023 karena menjadi sumber utama penderitaan rakyat dan kaum buruh sehingga berakibat tidak memiliki kepastian kerja, upah murah, pesangon berkurang, dan pada akhirnya kesulitan memiliki rumah.
5. Sejahterakan rakyat, berlakukan upah layak nasional dan jaminan kepastian kerja bagi kaum buruh.
Klik halaman berikut untuk tanggapan dari BP Tapera
Forexbitcoinstock.com