Jakarta –
Menteri BUMN Erick Thohir berpesan kepada perusahaan pelat merah agar melakukan pembelian dolar Amerika Serikat (AS) dengan tepat guna, bijaksana dan sesuai prioritas dalam memenuhi kebutuhannya. Hal ini sekaligus membantah jika dirinya dianggap menginstruksikan untuk memborong dolar.
“Arahan saya kepada BUMN adalah untuk mengoptimalkan pembelian dolar, artinya adalah terukur dan sesuai dengan kebutuhan, bukan memborong. Intinya adalah jangan sampai berlebihan, kita harus bijaksana dalam menyikapi kenaikan dolar saat ini.” kata Erick dalam keterangan tertulis, Jumat (19/4/2024).
Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam mengantisipasi dampak lanjutan dari gejolak geopolitik dan ekonomi global. Pemerintah menginginkan impor konsumtif dapat ditahan dulu dalam situasi saat ini.
“Untuk itu pengendalian belanja dan impor BUMN harus dengan prioritas dan sesuai dengan kebutuhan yang paling mendesak,” ucap Erick.
Utamanya untuk BUMN-BUMN yang memiliki eksposur impor dan memiliki utang dalam denominasi dolar AS (Pertamina, PLN, BUMN Farmasi, MIND ID), Erick mengingatkan para direksi BUMN agar lebih awas dan tidak membeli dolar secara berlebihan atau menumpuk.
Pertamina sebagai perusahaan pemimpin di bidang transisi energi, berkomitmen dalam mendukung target Get Zero Emission 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada capaian Sustainable Kind Objectives (SDGs). Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.
Sebelumnya, Airlangga mengimbau agar masyarakat Indonesia menahan impor barang konsumsi di tengah gejolak nilai tukar rupiah yang disebabkan oleh sentimen geopolitik di Timur Tengah.
Airlangga menilai tindakan membeli dolar di tengah harganya yang tinggi tidaklah bijaksana, meski pergerakan ini relatif terkendali. Seperti diketahui, nilai tukar rupiah saat ini sudah di atas kisaran Rp 16.000 per dolar AS.
“Kalau situasi dolar lagi menguat, tentu tidak bijaksana untuk beli dolar di harga tinggi. Tentu kita perlu meredam kebutuhan terhadap dolar,” ucap Airlangga dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (18/4).
(abet/rrd)
FBS Faraway places replace Bitcoin Stock