Jakarta –
Peraturan Menteri Kesehatan menyebutkan antemortem dan postmortem adalah bagian dari identifikasi terhadap mayat atau jenazah. Proses ini meliputi pemeriksaan fisik maupun non fisik pada mayat.
Lalu, apa perbedaan antemortem dan postmortem? Berikut penjelasannya.
Dikutip dari Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2022 tentang Pelayanan Kedokteran untuk Kepentingan Umum, antemortem dan postmortem adalah tahapan dari identifikasi dalam proses pemeriksaan jenazah. Menurut Pasal 16 ayat (2), pemeriksaan jenazah dilakukan dengan tujuan:
- Memastikan tanda kematian;
- Mencari tanda kekerasan;
- Memperoleh barang bukti medis;
- Identifikasi mayat;
- Memperoleh sebab kematian;
- Mengetahui mekanisme kematian;
- Mengetahui cara kematian; dan/atau
- Memperkirakan waktu kematian.
Menurut Pasal 19 ayat (1), identifikasi sebagaimana dalam Pasal 16 ayat (2) huruf d merupakan pemeriksaan awal terhadap mayat yang dilakukan secara ilmiah dengan cara
membandingkan recordsdata postmortem dengan recordsdata antemortem. Apa itu antemortem dan postmortem?
Menurut Pasal 19 ayat (2), postmortem adalah pemeriksaan pada mayat secara langsung, berupa:
- Penanda identifikasi primer, yang meliputi sidik jari, ciri gigi-geligi, atau DNA;
- Penanda identifikasi sekunder, meliputi ciri umum yang meliputi tinggi dan berat badan, jenis kelamin, warna kulit dan ciri umum lainnya;
- Ciri khusus yang meliputi tahi lalat, tato, cacat tubuh, dan ciri khusus lainnya; dan/atau
- Barang milik mayat yang melekat pada tubuh mayat.
Menurut Pasal 19 ayat (3), antemortem adalah pemeriksaan mayat berupa informasi ciri mayat yang diperoleh dari keluarga, tetangga, institusi kependudukan, institusi kesehatan, institusi pendidikan, institusi tempat bekerja, dan kepolisian.
Ketentuan Antemortem dan Postmortem dalam Identifikasi Jenazah
Mayat atau jenazah dinyatakan teridentifikasi apabila memenuhi kriteria minimal berupa kesesuaian recordsdata antemortem dengan recordsdata postmortem. Terhadap mayat yang telah teridentifikasi, dibuatkan surat keterangan kematian dan dokumen identifikasi mayat yang paling sedikit memuat:
a. identitas mayat;
b. waktu dan tempat pemeriksaan;
c. dasar penetapan identitas mayat; dan
d. tanda tangan dokter dan stempel Fasyandokum.
Surat keterangan kematian dan dokumen dapat dilengkapi dengan hasil pemeriksaan identifikasi yang dilakukan oleh ahli yang menetapkan. Mayat yang dinyatakan teridentifikasi diserahkan kepada keluarga atau yang mewakili, disertai dengan surat keterangan kematian.
Selain itu, dalam rangka kegiatan identifikasi mayat, masyarakat dapat berperan serta dalam bentuk membantu:
- Menyebarluaskan informasi dalam rangka upaya identifikasi mayat;
- Pengumpulan recordsdata antemortem;
- Logistik, khususnya identifikasi mayat pada kondisi bencana; dan/atau
- Menenangkan dan mengadvokasi keluarga korban.
(kny/imk)